Menjalani hidup ini seperti naik kendaraan di tengah kemacetan jalan raya. Ada beberapa alternatif untuk mencapai tujuan. Pertama, menunggu hingga malam hari hingga kemacetan selesai, sehingga kita mudah melalui jalan tersebut dengan mudah. Namun kita akan kehilangan waktu sekian lama dan kesempatan-kesempatan yang dapat kita lakukan di tempat tujuan. Apalagi kita tidak mengetahui kapan Allah Swt menentukan ajal kita.
Kedua, tetap menerjang kemacetan hingga tujuan walaupun harus berhati-hati dikemacetan jalan. Namun kita akan dapat mencapai tujuan lebih awal dan bisa menikmati hasil perjuangan kita menerjang kemacetan. Namun yakinlah bahwa ternyata kita mampu menuju tujuan, walaupun tantangannya cukup berat, karena peluang resiko kecelakaan juga lebih besar. Namun kalau mau berhati-hati insyaAllah akan selamat. Dan kenyataan dilapangan kalau bersedia menghitung antara yang mengalami kecelakaan dan selamat tentu lebih banyak yang selamat.
Ketiga, mencari jalan alternatif lain. Jika kita mengetahui jalan lain, it’s OK. Namun terkadang kita ambil jalan alternatif lain namun tidak mengetahui jalan yang akan ditempuh, dan akhirnya bisa membuat kita menemui jalan buntu atau bahkan akan melewati jalur yang lebih panjang sehingga kita tetap sampai tujuan namun tetap terlambat.
Dalam kehidupan kita juga sering dihadapkan akan hal-hal demikian, dan setiap orang akan memiliki sikap yang berbeda. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Termasuk dalam hal menikah.
Tidak jarang seorang ikhwan berbicara saling curhat antar sesamanya mengenai pernikahan, bahkan mereka berharap ingin segera menikah untuk menjaga dirinya dari perbuatan tercela. Namun kenyataan banyak dari mereka yang mengurungkan niatnya. Mungkin dalam fikirannya menikah itu terlalu berat tantangannya, harus menafkahi istri dan anak-anaknya dan mungkin kebutuhan lainnya. Atau mereka sudah siap dari segi finansial, namun belum mengetahui mau menikah dengan siapa ? Kalaupun sudah mengetahui ada akhwat yang di damba, namun dia tidak berani mengutarakannya. Takut ditolak. Disisi yang lain banyak akhwat yang menanti pinangan si ikhwan. Sayang budaya akhwat nembak ikhwan saat ini serasa tabu.
Kalau kita bersedia flashback masa lalu kita. Dari baru lahir tidak bisa apa-apa hingga saat ini, tentu kita paham bahwa kita masih bisa makan, masih bisa hidup. Entah di dalam perjalanan kita makan dari keringat diri sendiri ataupun dari pemberian orang lain. Artinya dari baru lahir hingga sekarang kita selalu dikaruniai suatu jalan agar tetap hidup. Sebagaimana pilihan kedua, walau melewati kemacetan jalan yakinlah kita bisa melaluinya !
Di dunia ini sudah menjadi sunatullah ada si kaya dan si miskin. Jika tidak buat apa ada syariat untuk berzakat dan berinfaq ? Kenapa kita tidak menyadari bisa jadi kita memang ditaqdirkan menjadi orang miskin ? Apakah jika kita memang ditaqdirkan miskin, terus kita tidak menikah ? Apakah kita tidak mau berhusnudzhon bahwa mungkin saja Allah Swt menetapkan kita menikah dengan kondisi kita saat ini (mungkin serba kekurangan), namun ternyata hal tersebut dapat mencegah diri kita dari hal-hal yang tercela dan sangat sulit dihindari ketika kita dalam berkecukupan ?
Ingatlah, umat muslim perlu generasi-generasi penerus, so jangan terlambat untuk menikah. Segera menikah dan bimbing generasi-generasi pilihan bagi Islam. Jika niat kita baik dan cara kita baik tentu Allah Swt akan memberikan yang terbaik juga kan ? Allah Swt tidak akan salah menilai. Namun ingat, sebelum menikah anda harus sudah bekerja walaupun mungkin penghasilannya kecil …
Dan tetap yakinlah, Allah Swt Maha Kaya. Jika kita mau berusaha maka insyaAllah kita akan dicukupi kebutuhannya…Aamiin