Sebelumnya saya menulis ini perlu saya tegaskan bahwa ini saya tulis bukan karena saya sebagai alumni ITS, namun lebih sekadar saya sebagi manusia yang beragama, sebagai seorang anak dan juga sebagai orang tua. Beberapa tahun yang lalu saat saya masuk ITS dan juga saat saya lulus dari ITS ada kesan yang begitu mendalam yang saya dapatkan dari sosok Menteri Pendidikan Nasional dalam Kabinet Indonesia Bersatu yang juga mantan Direktur PENS ITS dan juga mantan Rektor ITS yang selalu lekat dengan kesederhanaan tersebut, yaitu sebuah pesan yang mungkin biasa-biasa saja bagi orang lain namun bagi saya (apalagi saat ini telah merasakan sebagi seorang ayah), pesan itu sangat mendalam dan menghujam relung hati saya. Pesan tersebut saya dapatkan dalam pidato penerimaan mahasiswa PENS ITS dan juga saat wisuda ITS. Tatkala saya teringat pesan Bapak Muhammad Nuh tersebut rasanya ingin saya menangis, mata saya berkaca-kaca.
Adapun pesan Bapak Muhammad Nuh adalah :
“Bahagiakan orang tua kalian, jika kalian tak mampu membahagiakan mereka janganlah sekali-sekali kalian menyakiti mereka”
Mengapa pesan tersebut begitu menghujam hati saya ? Sahabat bisa membaca sebuah hadits yang terjemah lengkapnya bisa juga anda lihat di artikel ramadhan saya, berikut sepenggal terjemahnya
“…… Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup bersama kedua orang tuanya tetapi dia tidak sampai bisa masuk syurga ……” (HR. Ahmad)
Setelah saya renungi selama ini saya ini masih kurang membahagiakan orang tua. Orang yang telah berjasa dan tak akan mungkin terbayar hingga hari akhir nanti. Kebahagiaan yang bukan semata-mata harta atau materi tetapi lebih sekadar itu. Akan tetapi kebahagiaan orang tua atas sikap anak kepada orang tua, kebahagian orang tua atas ketaatan anaknya, kebahagiaan untuk selalu memberi semangat orang tua untuk semakin meningkatkan ibadah, bagaimana usaha anak agar orang tua menjadi penghuni syurga kelak, dan lain sebagainya. Sekali lagi kebahagiaan bukan sekadar pemberian uang karena itu tak ada artinya dibandingkan jasa mereka.
Semenjak sebelas tahunan saya tinggal di Surabaya, rasanya saya sangat jauh dari usaha untuk membahagiakan orang tua. Saya masih terlalu disibukkan dengan urusan pribadi. Terkadang saya ini malu dengan keputusan yang saya ambil dalam kehidupan saya ini. Bagaimana tidak saya harus tinggal jauh dari orang tua saya bertahun-tahun, padahal bersama mereka akan banyak kesempatan untuk membahagiakan mereka dan tentunya ada banyak peluang untuk menjadi penghuni syurga. Bukan berarti dengan jauh dari orang tua tidak bisa membahagiakan mereka, namun tentu akan jauh berbeda jika bisa hidup bersama ditengah-tengah mereka.
Teringat dalam pesan Bapak Muhammad Nuh kala itu, bahwa waktu itu ada seorang pengusaha yang cukup sukses. Dan istimewanya sekalipun dia itu sibuk oleh bisnis maupun oleh kesibukan bersama anak istrinya, sang pengusaha tersebut mengusahakan seminimal mungkin sekali dalam sepekan setiap selesai sholat Jum’at melakukan silaturahim kepada orang tuanya. Bukan uang bukan emas permata yang di bawakan buat orang tuanya, tetapi sekadar jajan tradisional kesukaan orang tuanya dan tentunya juga sikap penghormatan kepada ibunya. Sekalipun sederhana namun jika diberikan dengan tulus ikhlas dan dengan rasa penghormatan yang tinggi kepada orang tua itu memiliki nilai yang begitu tinggi. Orang tua tidaklah berharap banyak atas harta anaknya akan tetapi seberapa besar mereka menghargai orang tuanya.
Terimakasih Pak Nuh atas pesan anda, semoga saya bisa membahagiakan orang tua saya baik di dunia maupun akherat. Dan selamat berkarya Bapak Mendiknas Muhammad Nuh, semoga anak-anak Indonesia dibawah kepemimpinan anda bisa semakin berbakti kepada orang tua mereka karena syurga merindukan mereka.